
Cerita Sex Indonesia - Peristiwa ini terjadi ketika David berumur 36 tahun. David adalah seorang ayah yang memiliki 3 orang anak, David bekerja di bidang medis, dan kini tinggal di Jakarta Selatan. Wajahnya rupawan tampan, sedangkan istri David berkulit hitam manis dengan tinggi badannya sekitar 165 cm, berambut lurus dan halus. Kehidupan seks David selama ini sangat normal, bahkan David juga termasuk laki – laki yang memiliki selera berhubungan seks yang sangat tinggi. Tidak hanya sekarang, bahkan sejak David berusia 17 tahun pada saat dirinya mulai dewasa.
Disuatu malam yang dingin, David sengaja menghabiskan waktu untuk bermesraan bersama istrinya, mereka berdua duduk bersama dengan posisi istrinya berada di pangkuan, David membelai rambutnya dan tangannya bergerak ke leher istrinya, istri melenguh, tangannya terus mencari dan mencoba meraih penis yang sudah tegang keluar celananya. Tangan kanan david kemudian bergerak turun dari leher ke arah pinggul, istrinya bergeser turun dari pangkuannya, menarik pahanya, otomatis dasternya terangkat.Ternyata istrinya tidak menggunakan CD.
Bahkan dengan istri, David harus mendapatkan kepuasan, tetapi sebagai laki–laki normal, David juga memiliki fantasi melakukan hubungan seks dengan wanita lain. David akan sangat bersemangat dengan seorang perempuan yang kurus, tinggi, ramping dan memiliki payudara yang tidak terlalu besar, Itulah gambaran perempuan yang menjadi idaman David. Menjelang Hari Valentine, David teringat kejadian 5 tahun yang lalu, dan David mencoba untuk menuangkan dalam sebuah tulisan:
Antara 1997 – 1998 aku diberi tugas belajar di Surabaya. Kota Surabaya sangat tidak asing bagiku karena di sanalah aku dilahirkan dan dibesarkan. Aku memutuskan untuk tinggal di asrama karena aku tidak ingin merepotkan kerabatku yang ada disurabaya, toh juga hanya enam bulan?. Setelah sampai di asrama aku langsung berusaha menata pakaian–pakaianku ke lemari dan buku – buku yang aku bawa terlihat masih sangat berantakan, sungguh aku memerlukan semangat pendorong untuk melakukan pekerjaan yang melelahkan ini. Akhirnya aku pun melakukan masturbasi. diDalam pikiranku, “Aku tidak bisa seperti ini terus.. aku memerlukan seseorang yang dapat memenuhi nafsu dan gairahku”.
Kebesokan harinya aku berusaha mencari teman – teman lamaku yang dulu ada di kota ini, satu – persatu mereka aku telepon. Singkatnya, ternyata aku telah kehilangan kontak dengan mereka, nomor – nomor ponsel mereka sudah tidak aktif. Hanya ada satu yang masih aktif, dia adalah Hani, usianya lebih tua dariku, Hani sudah menikah dan memiliki dua orang anak. Dulu kami pernah dekat, sering bersama saat belajar kelompok.
Hani keturunan chinese, cukup tinggi untuk seorang wanita, berkulit putih dan berdada rata. Awalnya kita berdua hanya melakukan telepon satu sama lain, berdiskusi, makan dan pergi bersama, sampai suatu hari ( pada pertengahan Februari ) dia menelponku sambil menangis tersedu – sedu dan dia mengatakan ingin bertemu denganku.
“Mas, bisa gak kita bertemu, aku ingin cerita”.
” Bisa, baiklah kita bertemu di tempat biasa”.
Dengan Lancar aku pergi menemuinya, setelah bertemu Hani mengajakku pergi kerumahnya. “Aku tidak bisa melakukan ini, aku tidak ingin membuat suasana keruh bersama suamimu”, ucapanku kepada Hani. “Tidak apa – apa, ayo pergi bersamaku”, ucapan Hani. Dalam perjalanan kami berbicara macam – macam mulai ilmiah, politik, sampai hal – hal yang kotor.
“Mas, kapan kamu akan pergi ke Jakarta?” Dia bertanya ( jadwal aku untuk pulang ke rumah setiap bulan ).
“Minggu depan, emang kenapa?” Tanyaku kembali.
“Tidak apa – apa sih, pengin bertanya aja”.
‘Masak sih cuma pengin tanya saja, …. …. Pengin yang lain – lain kan, kepingin mencoba?’, jawabku.
‘Hehehehe dasar ngeress aja yang ada dipikiran mas..
Setelah sampai ke tempat tujuan, di sebuah rumah yang tidak aku ketahui, Hani membuka pintu.
“Ini rumah siapa ????? Serambi kotor… penuh debu, kaya beberapa hari tidak disapu, kebangetan deh.’ Tanyaku heran.
Ini rumah orang tuaku, kemarin abis dikontrakin, seminggu sekali aku kesini dan membersihkannya”, jawabnya sambil masuk ke rumah gak terawat tersebut.
“Sebentar ya, aku mau masukin mobil dan segera kembali lagi…”
Dalam pikiranku, “Meskipun teras penuh debu kotor, namun rumah ini gak pengap… …. Cukup nyaman, furniturnya juga masih bagus,”.
Hani mempersilahkanku duduk, sementara dia menyapu teras depan rumah tersebut.
“Anggap aja rumah sendiri mas, gak usah sungkan… .. Aku mau bersih – bersih bentar,’ katanya.
“Iya, ini rasanya udah kayak dirumah sendiri bersama istri sendiri,” kataku sedikit menggodanya.
“Terserah deh, eh aku mau mandi dulu?” ucap Hani. Otakku dipenuhi pikiran ngeres, ngebayangin lekukan payudara Hani yang terlihat jelas dibalik baju transparan yang dikenakannya sehingga putingya terlihat sedikit menimbul.
Ngomong – ngomong ada apa memintaku datang ke tempat ini? Apakah kamu punya masalah yang serius, masalah apa itu?” Aku bertanya lebih lanjut tanpa basa – basi, ia pindah tempat duduk disebelahku “Masalah keluarga mas…”, Katanya.
“Apakah itu tentang seks?” Aku bercanda dengannya.
“Ah kamu tetap aja kaya dulu mas, sableng, dan tidak jauh dari yang gitu – gituan”… … Tapi ada benernya sih … .. Meskipun tidak secara langsung,” jawabnya.
Kemudian Hani bercerita panjang lebar, intinya adalah rasa tidak puas, sikap otoriter suaminya dan selalu disalahkan ketika ada ketidak sepakatan dengan pada suatu masalah.
“Aku bener – bener sudah capek, Mas Sony suamiku selalu berpihak sama ibunya, ketika aku mencoba menjawab persoalan dengan mertua, justru mertuaku mengomel habis – habisan”. Terisak ia mengakhiri kisahnya.
Ketika aku memegang tangannya, dia hanya terdiam, kemudian berkata lembut “Bolehkah aku bersandar di dada kamu mas?”. Aku mengangguk dan cepat – cepat meraih dan membelai lembut rambut sebahunya. Aku mencium keningnya dengan lembut, Hani mendongak dan berbisik pelan “Mas, aku membutuhkan dukungan, kasih sayang dan belayan mesra.”
Pada saat itu aku merasa hanyut dengan situasi yang diciptakannya, sehingga tanpa merasa canggung aku mencium matanya, kemudian hidungnya, Hani mengeliat sehingga bibir kami bertemu. Hani berdiri dan berkata pelan sambil memelukku, “pegang erat – erat, aku milikmu sekarang”.
Dengan lembut aku mencium bibirnya lagi. Kami berpelukan seperti sepasang kekasih yang baru bertemu setelah berpisah lama dengan segunung kerinduan. Setelah itu kami berdua kembali duduk.
Dengan posisi Hani duduk di pangkuan, aku terus menyentuh rambutnya dan bergerak tanganku di lehernya, Hani melenguh, tangannya mencari dan mencoba meraih penis yang sudah tegang keluar celanaku. Tangan kananku kemudian bergerak dari leher ke arah pinggul, Hani bergeser turun dari pangkuanku, menarik pahanya, otomatis dasternya terangkat. Kamu tahu apa?, Ternyata Hani tidak menggunakan CD.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar